Pernikahan Ala Adat Jawa
Menikah itu sebenarnya mudah ke-tika pelaksanaannya sesuai syariatIslam. Akan tetapi ketika harus dilaksa-nakan sesuai dengan adat istiadat suatu daerah, maka sesuatu yang mudah pun berubah menjadi susah. Apalagi harus menjalani beragam ritual (upacara) yang tidak sejalan dengan aqidah Islam.
Dalam tradisi jawa, tahap awal dalamurusan pernikahan, orang tua pengantin laki-laki mengirim utusan ke orang tua putri mereka. Biasanya, orang tua wanita yang akan mengurus dan mempersiapkan pesta perkawinan. Mereka yang memilih perangkat dan bentuk pesta pernikahan, antara lain “Paes Agung” (dandanan mewah) dan “Paes Kesatrian” (dandanan sederhana). Mereka mengikuti segala rencana dan susunan pesta pernikahan, seperti Siraman, Midodareni (acara ma-lam sebelum ijab kabul bagi wanita), Peningsetan (seserahan), Ijab (akad nikah), dan lain-lain.
Biasanya sehari sebelum pesta per-nikahan, pintu gerbang dari rumah orang tua wanita dihias dengan Tarub (dekorasi tumbuhan) yang terdiri dari bererapa tanaman dan daun-daunan, dan juga Bekletepe yaitu rangkaian janur yang berguna untuk menjauhkan dari gang-guan roh jahat dan menunjukan di rumah mana pesta itu diadakan. Semua dekorasi yang terbuat dari tanaman dan tumbuhan tersebut masing-masing memiliki arti tersendiri sebagai bagian sesajian atau persembahan sebagai bentuk harapan mereka dalam melaksanakan pesta per-nikahan.
Pernikahan dalam tradisi jawa tak pernah lepas dari sesajen (persembahan), itu sebagai simbol yang sangat berarti bagi mereka dimana Tuhan pencipta melindungi hajat mereka. Sesajen ter-sebut juga berfungsi untuk melindungi mereka dari gangguan roh jahat (setan) serta merupakan bagian do’a mereka untuk para leluhur mereka. Sesajen di-letakan di semua tempat di mana pesta itu diadakan, diantaranya di kamar man-di, di dapur, dibawah pintu gerbang, di bawah tarub (dekorasi) di jalan, dekat rumah dan di empat penjuru arah mata angin.
Termasuk dalam rangkaian pernika-han dalam adat jawa adalah upacara siraman. Makna dari pesta siraman adalahmembersihkan jiwa dan raga. Pesta sira-man ini biasanya diadakan di siang hari, sehari sebelum ijab dan kabul dilaksana-kan. Siraman diadakan di rumah orang tua pengantin masing-masing. Siraman biasanya dilakukan di kamar mandi atau di taman. Sekarang pelaksanaannya lebih banyak di taman. Daftar nama dari orang yang melakukan siraman itu sangat pen-ting. Tidak hanya orang tua, tetapi juga keluarga dekat dan orang yang dituakan. Mereka menyeleksi orang yang bermoral baik. Jumlah orang yang melakukan si-raman itu biasanya tujuh orang. Bahasa Jawa tujuh itu pitu, mereka memberi nama PITULUNGAN (berarti pertolo-ngan).
Dalam tradisi pernikahan yang telahdijelaskan diatas, terdapat beberapa ca-catan yaitu:
Pertama : dipasangnya rangkaian janur dan dekorasi dengan bahan tana-man dan daun-daunan diatas pintu ger-bang dengan bermaksud menjauhkan dari gangguan roh jahat (setan). Ini jelas bertentangan dengan tauhid karena adanya suatu kepercayaan bahwa bunga-bunga (tanaman) atau daun-daun terten-tu dapat melindungi mereka dari gang-guan setan atau roh-roh jahat.
Padahal aqidah tauhid mengajarkankepada kita bahwa tidak ada yang dapat melindungi seseorang dari gangguan roh-roh jahat (setan) atau makhluk lainnya selain Alloh subhanahu wa ta’ala semata. Keyakinan adanya sesuatu selain Alloh subhanahu wa ta’ala yang mampu me-lindungi manusia dari gangguan setan adalah perbuatan syirik (menyekutukan Alloh subhanahu wa ta’ala).
Dalam hal ini, Alloh subhanahu wa ta’ala menegas-kan dengan firman-Nya:
“Atau siapakah yang memperkenan-kan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kalian(manusia) sebagaikhalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat se-dikitlah kamu mengingati(Nya).” (QS. An-Naml: 62)
Kedua: dalam tradisi tersebut ada satu ritual yang dikenal dengan tradisi sesajen (persembahan). Dimana sesajen tersebut dimaksudkan untuk mendo’akan para leluhur mereka dan dapat melindu-ngi mereka dari gangguan roh-roh jahat (setan). Persembahan itu diletakan di semua tempat dimana pesta itu diadakan seperti di kamar mandi, dapur, di bawah pintu gerbang dan empat penjuru arah mata angin dan lain-lain.
Seperti catatan pertama, tradisi sajenatau sesajen ini pun juga tidak terlepas dari perbuatan kesyirikan karena sesajen pada hakekatnya adalah mempersembah-kan sesuatu kepada selain Alloh subhanahu wa ta’ala de-ngan disertai taqarrub (pendekatan diri). Padahal semua bentuk taqarrub (pende-katan diri) yang disertai dengan keren-dahan hati hanya boleh ditujukan kepada Alloh subhanahu wa ta’ala bukan kepada selain-Nya.
Ketiga: Tradisi pernikahan di atas sebenarnya merupakan warisan dari tradisi kerajaan Hindu dan Budha. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam di-larang untuk menyerupai dalam melaku-kan praktek-praktek mereka dalam suatu amalan ibadah. Karena setiap tradisi yang merupakan karakteristik atau kekhususan umat lain, maka umat Islam dilarang untuk melaksanakannya. Rosululloh sholAlloh subhanahu wa ta’alau alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang meniru-niru suatu kaum maka ia termasuk dalam golongan mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Semoga Alloh subhanahu wa ta’ala menghindarkankita semua dari hal-hal yang terkait de-ngan kesyirikan dalam pelaksanaan ibadah, salah satunya dalam perkara pernikahan, karena pernikahan adalah suatu amalan ibadah yang telah dijelas-kan dalam Islam yaitu melalui sunnah Rosululloh sholAlloh subhanahu wa ta’alau alaihi wa sallam.
Menikah itu sebenarnya mudah ke-tika pelaksanaannya sesuai syariatIslam. Akan tetapi ketika harus dilaksa-nakan sesuai dengan adat istiadat suatu daerah, maka sesuatu yang mudah pun berubah menjadi susah. Apalagi harus menjalani beragam ritual (upacara) yang tidak sejalan dengan aqidah Islam.
Dalam tradisi jawa, tahap awal dalamurusan pernikahan, orang tua pengantin laki-laki mengirim utusan ke orang tua putri mereka. Biasanya, orang tua wanita yang akan mengurus dan mempersiapkan pesta perkawinan. Mereka yang memilih perangkat dan bentuk pesta pernikahan, antara lain “Paes Agung” (dandanan mewah) dan “Paes Kesatrian” (dandanan sederhana). Mereka mengikuti segala rencana dan susunan pesta pernikahan, seperti Siraman, Midodareni (acara ma-lam sebelum ijab kabul bagi wanita), Peningsetan (seserahan), Ijab (akad nikah), dan lain-lain.
Biasanya sehari sebelum pesta per-nikahan, pintu gerbang dari rumah orang tua wanita dihias dengan Tarub (dekorasi tumbuhan) yang terdiri dari bererapa tanaman dan daun-daunan, dan juga Bekletepe yaitu rangkaian janur yang berguna untuk menjauhkan dari gang-guan roh jahat dan menunjukan di rumah mana pesta itu diadakan. Semua dekorasi yang terbuat dari tanaman dan tumbuhan tersebut masing-masing memiliki arti tersendiri sebagai bagian sesajian atau persembahan sebagai bentuk harapan mereka dalam melaksanakan pesta per-nikahan.
Pernikahan dalam tradisi jawa tak pernah lepas dari sesajen (persembahan), itu sebagai simbol yang sangat berarti bagi mereka dimana Tuhan pencipta melindungi hajat mereka. Sesajen ter-sebut juga berfungsi untuk melindungi mereka dari gangguan roh jahat (setan) serta merupakan bagian do’a mereka untuk para leluhur mereka. Sesajen di-letakan di semua tempat di mana pesta itu diadakan, diantaranya di kamar man-di, di dapur, dibawah pintu gerbang, di bawah tarub (dekorasi) di jalan, dekat rumah dan di empat penjuru arah mata angin.
Termasuk dalam rangkaian pernika-han dalam adat jawa adalah upacara siraman. Makna dari pesta siraman adalahmembersihkan jiwa dan raga. Pesta sira-man ini biasanya diadakan di siang hari, sehari sebelum ijab dan kabul dilaksana-kan. Siraman diadakan di rumah orang tua pengantin masing-masing. Siraman biasanya dilakukan di kamar mandi atau di taman. Sekarang pelaksanaannya lebih banyak di taman. Daftar nama dari orang yang melakukan siraman itu sangat pen-ting. Tidak hanya orang tua, tetapi juga keluarga dekat dan orang yang dituakan. Mereka menyeleksi orang yang bermoral baik. Jumlah orang yang melakukan si-raman itu biasanya tujuh orang. Bahasa Jawa tujuh itu pitu, mereka memberi nama PITULUNGAN (berarti pertolo-ngan).
Dalam tradisi pernikahan yang telahdijelaskan diatas, terdapat beberapa ca-catan yaitu:
Pertama : dipasangnya rangkaian janur dan dekorasi dengan bahan tana-man dan daun-daunan diatas pintu ger-bang dengan bermaksud menjauhkan dari gangguan roh jahat (setan). Ini jelas bertentangan dengan tauhid karena adanya suatu kepercayaan bahwa bunga-bunga (tanaman) atau daun-daun terten-tu dapat melindungi mereka dari gang-guan setan atau roh-roh jahat.
Padahal aqidah tauhid mengajarkankepada kita bahwa tidak ada yang dapat melindungi seseorang dari gangguan roh-roh jahat (setan) atau makhluk lainnya selain Alloh subhanahu wa ta’ala semata. Keyakinan adanya sesuatu selain Alloh subhanahu wa ta’ala yang mampu me-lindungi manusia dari gangguan setan adalah perbuatan syirik (menyekutukan Alloh subhanahu wa ta’ala).
Dalam hal ini, Alloh subhanahu wa ta’ala menegas-kan dengan firman-Nya:
“Atau siapakah yang memperkenan-kan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kalian(manusia) sebagaikhalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat se-dikitlah kamu mengingati(Nya).” (QS. An-Naml: 62)
Kedua: dalam tradisi tersebut ada satu ritual yang dikenal dengan tradisi sesajen (persembahan). Dimana sesajen tersebut dimaksudkan untuk mendo’akan para leluhur mereka dan dapat melindu-ngi mereka dari gangguan roh-roh jahat (setan). Persembahan itu diletakan di semua tempat dimana pesta itu diadakan seperti di kamar mandi, dapur, di bawah pintu gerbang dan empat penjuru arah mata angin dan lain-lain.
Seperti catatan pertama, tradisi sajenatau sesajen ini pun juga tidak terlepas dari perbuatan kesyirikan karena sesajen pada hakekatnya adalah mempersembah-kan sesuatu kepada selain Alloh subhanahu wa ta’ala de-ngan disertai taqarrub (pendekatan diri). Padahal semua bentuk taqarrub (pende-katan diri) yang disertai dengan keren-dahan hati hanya boleh ditujukan kepada Alloh subhanahu wa ta’ala bukan kepada selain-Nya.
Ketiga: Tradisi pernikahan di atas sebenarnya merupakan warisan dari tradisi kerajaan Hindu dan Budha. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam di-larang untuk menyerupai dalam melaku-kan praktek-praktek mereka dalam suatu amalan ibadah. Karena setiap tradisi yang merupakan karakteristik atau kekhususan umat lain, maka umat Islam dilarang untuk melaksanakannya. Rosululloh sholAlloh subhanahu wa ta’alau alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang meniru-niru suatu kaum maka ia termasuk dalam golongan mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Semoga Alloh subhanahu wa ta’ala menghindarkankita semua dari hal-hal yang terkait de-ngan kesyirikan dalam pelaksanaan ibadah, salah satunya dalam perkara pernikahan, karena pernikahan adalah suatu amalan ibadah yang telah dijelas-kan dalam Islam yaitu melalui sunnah Rosululloh sholAlloh subhanahu wa ta’alau alaihi wa sallam.
0 komentar:
Posting Komentar