Saat ini, filsafat atau sebagian orang meng-kompilasinya dengan penyebutan filsafat Islam, telah menjadi trend yang seakan tak terbantahkan dan mutlak harus diikuti. Padahal dalam Islam, berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an, hadits-hadits shahih, atsar para sahabat, pernya-taan (aqwal) para imam dan realitas keimanan kaum Muslimin yang bulat (ijma’) semenjak da-hulu, yang mutlak tak terbantahkan dan Alloh subhanahu wa ta’ala sendiri telah mencukupkannya bagi kita semua, hanyalah al-Qur’an al-Karim dan Sunnah Rosu-lulloh shalallohu alaihi wa sallam yang shahihah.
Dalam Muqaddimah Ibnu Khaldun rohimahulloh dinya-takan, bahwa para sahabat dan para imam pun sangat tegas memperingatkan umat dari menelaah beragam dogma ajaran dan mengkaji pelbagai paradigma pemikiran yang berasal dari luar Islam. Dikisahkan, ketika kerajaan Persia Majusi berhasil ditaklukkan, kaum Muslimin menemukan tum-pukan buku peninggalan yang cukup banyak dan menggunung. Maka Sa’ad bin Abi Waqqosh rodhiallohu anhu sebagai panglima menulis surat kepada Khalifah ‘Umar bin al-Khaththab rodhiallohu anhu agar diizinkan me-mindahkan buku-buku tersebut untuk kemudian memanfaatkannya. Maka Khalifah menjawabnya dengan sepucuk surat yang menyiratkan kekuatan iman, kebanggaan Islam dan kejernihan tarbiyah, dengan berkata:
“Sebaiknya buku-buku tersebut dibuang jauh-jauh! Seandainya di dalamnya ada petunjuk (ke-benaran), maka sungguh kita telah diberi petunjuk oleh Alloh yang lebih baik darinya (yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah). Sebaliknya, jika di dalamnya ber-gelimang kesesatan, maka (dengan membuang-nya) Alloh telah menjauhkannya dari kita!”
ASAL FILSAFAT
Selain dari ajaran Persia Majusi, filsafat jugabanyak dimiliki dan didasari oleh berbagai agama dan isme dari berbagai negeri, seperti Yahudi, Kristen, Hindu, Budha, India, Cina dan negara lainnya. Namun yang paling terkenal adalah ber-asal dari Yunani (Greek) yang terkenal dengan kebudayaan Hellenisme-nya, karena term filsafat sendiri memang berasal dari bahasa Yunani; yaitu dari philos yang artinya cinta atau philia yang ber-arti persahabatan; dan dari sophia yang berarti hikmah (wisdom), kebaikan, pengetahuan dan pengamalan praktis. Filsafat (Islam) juga meru-pakan pemikiran yang tidak dibangun di atas akidah Islam dan tidak pula menjadikan wahyu sebagai sumbernya, malah menjadikan corak pemikiran Yunani sebagai kiblatnya.
1. Kabut Konspirasi
Berkembangnya filsafat, termasuk marak danmasifnya kajian filsafat (Islam) dewasa kini, tidak terjadi dengan sendirinya. Hal tersebut terjadi karena konspirasi sistemik yang tertata rapi. Yaitu melalui penodaan terhadap kemurnian Islam, pudarnya kesucian fithrah dan kebanggan ter-hadap “hal baru” yang awalnya disangka “madu”, padahal “racun” dan “virus ganas” yang bahkan akan mematikan. Berdasarkan penelusuran data dan pelacakan fakta, hal tersebut terjadi karena peran sentral dari hal-hal berikut:
2. Peran Perguruan Iskandariyah.
Perguruan Iskandariyah adalah perguruan Yunani terbesar yang penuh sesak dengan beragam ajaran sekte dan aliran filsafat, khususnya aliran Neo-Platonisme. Ketika kaum Muslimin berhasil menaklukkan Mesir, perguruan tersebut masih tetap eksis. Beberapa master filsafat atau filosof yang tersisa dari perguruan tersebut kemudian diterima secara terbuka dan bahkan difasilitasi oleh kaum Musliminuntuk menyebarkan ajaran Neo-Platonismedengankemasan agama, hingga berhasil mengorbitkan para filosof yang menis-batkan diri kepada Islam sebagai cendekiawan, tokoh terpandang dan menjadi “selebritis” ke-ilmuan.
3. Figur Zindik.
Yaitu cendekiawan kaum kafirin yang ber-pura-pura masuk Islam (taqiyyah) dengan tetap menyimpan kesumat kebencian dan selalu memen-dam kekufuran (zindik). Di antara figur tersebut yang paling terkenal dan memiliki peran besar adalah; Musa bin Maimun bin Yusuf Abu ‘Imran al-Qurthubi; tabib dan filosof Yahudi yangsempat menjadi pemimpinnya selama 34 tahun,namun pura-pura masuk Islam (zindik).
Karena kehandalannya dalam pertabiban, pernah diangkat sebagai tabib pribadi Nuruddin, anak sulung Shalahuddin al-Ayyubi. Ia berhasil menyebarkan racun filsafat kepada kaum Musli-min yang diselipkan kepada sepuluh karyanya yang ditulis dalam bahasa Arab, terutama magnumopusnya yang berjudul Dalalah al-Hairin.
4. Khalifah Abu Ja’far al-Manshur.
Yaitu seorang Khalifah ‘Abbasiyyah yang gemar mempelajari ilmu nujum (perbintangan yang dilarang, astrologi) dan sangat akrab dengan ahli nujum, bahkan menjadikan mereka sebagai “staff ahli” atau penasehatnya. Salah satu ahli nujūmtersebut bernama Nubikht yang beragama Majusi, yang juga sangat antusias mengajarkan filsafat kepada kaum Muslimin, bahkan kemudian mewariskan jabatan strategis dan kemahirannya secara turun-temurun kepada anaknya yang ber-nama Abu Sahal.
5. Penerjemahan buku-buku filsafat dan manthiq.
Hal ini berlangsung pada masa khilafah BaniUmayyah saat khalifah dijabat oleh Khalid bin Yazid. Pada saat itu yang diterjemahkan antara lain mengenai perkataan hikmah (wisdom) tokoh, pepatah, korespondensi, wasiat dan sejarah umum filsafat. Kemudian “proyek penerjemahan” ini semakin menggeliat pada masa Abu Ja’far al-Manshur dan mencapai puncak keemasannya di masa Harun al-Rasyid melalui figur Khalid bin Yahya al-Barmaki al-Farisi yang berhasil menjadi menteri berpengaruh dan sangat rakus untuk menyebarkan filsafat ke khalayak kaum Muslimin.
0 komentar:
Posting Komentar