Belum lama ini sebagian masyarakat Ciranjang Jawa Barat menjadi resah karena “si rawing” telah menampakkan dirinya di sungai Cisokan-Ciranjang (salah satu sungai selain Citarum yang dilewati jalur Jakarta-Bandung via Puncak).
“Si Rawing” orang-orang setempat menyebutnya demikian, seekor ikan siluman beranting yang diyakini oleh warga setempat bahwa ikan tersebut (si rawing) jika telah menampakkan dirinya ke permukaan sungai maka pasti akan terjadi musibah atau kecelakaan di daerah itu. Sehingga setiap kecelakaan-kecelakaan yang terjadi di sekitar jembatan Cisokan baik kecelakaan lalu lintas ataupun kecelakaan lainnya pasti dikaitkan dengan aksinya “si rawing”.
Ini merupakan salah satu gambaran yang memprihatinkan dari sekian ratus fenomena yang ada di masyarakat Indonesia. Seperti di Demak Jawa Tengah juga digegerkan oleh isu tentang “Hantu Cekik”. Banyak pengakuan korban yang mengaku dicekik oleh hantu cekik saat tidur sendirian. Memang, negeri kita ini paling kaya akan nama dan jenis hantu.
Barangkali, orang barat sana hanya mengenal dua hantu saja, Dracula dan Casper (hantu baik), Orang China hanya mengenal Vampire. Tapi negeri kita ini, begitu kaya dengan nama-nama hantu. Bahkan setiap pulau dan daerah ada hantu yang memiliki nama khusus, dengan karakter yang khas pula. Apalagi di Pulau Jawa, seabrek nama hantu yang tersohor, sebagian nama hantu sudah “naik pangkat” menjadi kaliber nasional, seperti: pocong, genderwo, dewi sri, kelong-wewe, sundel bolong, kuntilanak, tuyul, buta ijo dan lain-lain. Tidak menutup kemungkinan akan lahir nama-nama hantu baru, dengan ciri dan karakter yang khas pula.
Memang setan dari golongan jin diberi kemampuan oleh Alloh bisa salin rupa merubah bentuk, sebagaimana di zaman Rosululloh; Setan yang salin rupa menjadi Suraqah bin Malik ketika perang Badar. Jin pencuri yang ditangkap dan dilepaskan oleh Abu Hurairah, jin ular yang ada di rumah sahabat dan banyak lagi riwayat-riwayat lainnya yang menunjukkan hal itu.
Kenapa Hantu banyak beraksi?
Ini bukan hanya sekadar pertanyaan tapi butuh perenungan mengenai jawabannya. Bukan untuk mereka-reka hal yang gaib, tapi mewaspadai rancangan skenario setan untuk menyuburkan kesyirikan di negeri ini.
Mungkin, aksi para jin dengan cara salin rupa adalah cara yang paling tepat untuk menggiring manusia khususnya di Indonesia menuju jurang kesyirikan, sesuai dengan tipologi masyarakat Indonesia yang lekat dengan keyakinan animisme (kepercayaan kepada roh-roh yang mendiami suatu tempat) dan dinamisme (kepercayaan bahwa segala sesuatu memiliki kekuatan yang mempeng-aruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia).
Walhasil strategi setan-setan itu telah banyak membuahkan hasil, fakta yang terjadi di sebagian masyarakat pada umum-nya meyakini bahwa setiap musibah dan bencana itu ada hubungannya dengan jin atau hantu yang sedang marah, jika ada suatu jembatan runtuh atau bangunan ambruk, serta merta mereka berkomentar, “itu akibatnya kalau tidak ada tebusan kepala kerbau kepada jin penunggu”. Seakan jin-jin itu marah dan mampu mengendalikan alam, mampu menjadikan gempa bumi, tanah longsor dan jembatan ambruk. Ini adalah keyakinan syirik paling berat yang bahkan tidak dilakukan oleh orang musyrik dahulu sekalipun. Orang musyrik dahulu menyekutukan Alloh dalam beribadah, tapi mereka tetap meyakini bahwa yang mengendalikan semua urusan adalah Alloh. Sebagaimana firman Alloh: Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang Kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab : “Alloh”. Maka Katakanlah “Mengapa kalian tidak bertakwa kepada-Nya)?” (QS. Yunus [10]: 30)
Tapi jika ternyata jembatan atau bangunan yang ambruk itu pernah ditanami kepala kerbau, mereka diam seribu bahasa. Mereka tidak mengambil pelajaran, bahwa jin yang diberi kepala kerbau itu tidak mampu menyangga bangunan/jembatan tsb.
Ada juga sebagian orang yang khawatir dan takut kepada jin/hantu penunggu sebuah pohon besar atau suatu tempat yang angker, ketika melewatinya mereka harus berlindung kepada hantu penunggu itu seraya berkata, “permisi, permisi Embah, saya numpang lewat, jangan ganggu”. Jika tidak berlindung kepada jin/hantu itu, niscaya akan tertimpa musibah.
Inipun kebiasaan orang-orang jahiliyah dahulu, Alloh berfirman: “Bahwasanya ada beberapa orang laki-laki diantara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki diantara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al-Jin [72] : 6)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan ayat di atas: “bahwa para jin akan semakin merasa jumawa dan angkuh ketika ada manusia yang meminta perlindungan kepadanya. Permohonan manusia membuat mereka merasa memiliki kelebihan dibanding manusia. Manakala para jin melihat seseorang meminta perlindungan pada mereka (jin/hantu), mereka akan menambah ketakutan orang tersebut. Ketika manusia semakin takut, maka ia akan semakin memperbanyak permohonan kepada mereka (jin).
Jadi keliru sekali jika manusia beranggapan bahwa jin/hantu akan ‘berbaik hati’ mengayomi dan memberi perlindungan kepada manusia jika diminta perlindungan dan penjagaan. Yang ada justru sebaliknya, jin-jin itu akan semakin membuat manusia takut dan menjerumuskan mereka ke dalam dosa dan kesyirikan.
Berlindunglah hanya kepada Alloh , Dzat yang menciptakan langit dan bumi serta semua makhluk yang ada di langit dan di bumi. Inilah perlindungan yang sebenarnya, Rosululloh telah mengajarkan kepada umatnya untuk berlindung hanya kepada Alloh ketika melewati/ menempati suatu tempat dengan mengucapkan:
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَامَّةِ مِنْ شَرِ مَا خَلَقَ
“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Alloh yang sempurna dari kejelekan makhluk” (HR. Muslim) Wallohu ‘alam
0 komentar:
Posting Komentar